Selayang Pandang
Pernah dengar tentang Gedung Sate di Bandung? Ya, sebagian besar masyarakat Indonesia pasti mengenal bangunan unik dengan atap mirip tusuk sate yang merupakan pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat tersebut. Tetapi, apakah Anda tahu bahwa di sayap timur Gedung Sate berdiri sebuah museum tentang pos yang dibangun tahun 1931? Mungkin tak banyak di antara kita yang tahu, bahwa selain keunikan Gedung Sate yang sudah terkenal itu, terdapat obyek wisata sejarah yang tak kalah menariknya untuk kita kunjungi, yakni Museum Pos Indonesia.
Museum Pos Indonesia dapat dikatakan merekam perjalanan sejarah layanan pos di Indonesia sejak jaman kolonial hingga Indonesia merdeka. Gedung yang digunakan sebagai museum tersebut dibangun sekitar tahun 1920 oleh arsitek J. Berger dan Leutdsgebouwdienst, dengan gaya arsitektur Italia masa Renaissans. Sejak 1933, gedung seluas 706 meter persegi ini kemudian difungsikan sebagai museum, dengan nama Museum Pos Telegrap dan Telepon (seringkali disingkat Museum PTT) .
Meletusnya Perang Dunia II dan masa Pendudukan Jepang pada tahun 1941 menyebabkan museum dengan koleksi berbagai benda-benda pos dari seluruh dunia ini tidak terurus. Bahkan sejak masa revolusi kemerdekaan hingga awal akhir 1979 Museum PTT makin tak terperhatikan. Baru pada awal 1980, Perum Pos dan Giro membentuk sebuah panitia untuk merevitalisasi museum agar berfungsi kembali sebagai sarana untuk memamerkan koleksi benda-benda pos dan telekomunikasi. Ikhtiar ini membuahkan hasil dengan diresmikannya museum tersebut pada Hari Bhakti Postel ke-38, yakni tanggal 27 September 1983 oleh Achmad Tahir, Menteri Pariwisata dan Telekomunikasi ketika itu. Museum ini diberi nama Museum Pos dan Giro, mengikuti nama perusahaan milik pemerintah yang membawahi museum tersebut
Museum Pos Indonesia tampak samping
Perubahan nama kembali terjadi di tahun 1995, ketika nama Perum Pos dan Giro berubah menjadi PT Pos Indonesia (Persero). Nama Museum Pos dan Giro menyesuaikan dengan nama baru perusahaan, menjadi Museum Pos Indonesia. Peran dan fungsi museum ini juga makin berkembang. Tak hanya menjadi tempat memamerkan koleksi, museum ini juga menjadi sarana penelitian, pendidikan, dokumentasi, layanan informasi, serta sebagai obyek wisata khusus .
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi yang makin memudahkan pengiriman pesan, baik melalui jaringan internet maupun telepon seluler, membuat layanan pos makin kurang diminati. Surat menyurat maupun pengiriman kartu pos kini seolah telah ketinggalan jaman. Oleh sebab itu, keberadaan Museum Pos Indonesia makin penting untuk memperlihatkan perkembangan teknologi pengiriman pesan dan barang dari jaman awal perusahaan pos pada tahun 1930-an hingga layanan terkini. Koleksi yang dipamerkan tak hanya sebatas perangko maupun kartu pos, melainkan juga diperluas dengan memerkan berbagai peralatan pos, buku-buku, serta visualisasi dan diorama kegiatan pengeposan. Dengan perluasan benda dan koleksi museum, menjadikan museum ini sebagai museum pos yang cukup lengkap menceritakan sejarah perusahaan pos di Indonesia.